Batakan adalah salah satu desa di Kecamatan Panyipatan, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Indonesia.
MAP BATAKAN
PANTAI BATAKAN
PULAU DATU
Untuk mencapai lokasi Pantai Batakan, dari Kota Banjarmasin relatif mudah karena kondisi jalannya cukup baik ,berkelak-kelok dan turun-naik serta menyajikan pemandangan alam yang indah berupa barisan perbukitan yang menghijau, hamparan persawahan yang menguning, serta perkampungan nelayan yang berada di tepi pantai.
Sebelah timurnya terdapat perbukitan pinus yang menjadi bagian dari Pegunungan Meratus. Di pantai ini pengunjung dapat mengelilingi pantai sambil menggunakan kuda sewaan, bersantai di bawah pohon cemara sambil menikmati keindahan pantai, atau menyaksikan panorama alam terutama saat matahari akan terbenam (sunset).
Soto Banjar, soto dengan bahan dasar ketupat, suwiran ayam, telur dan kuah rempah-rempah ini sangat mudah ditemukan. Rasanya bolehlah.., walaupun saya tidak begitu terbiasa ketupat yang tenggelam dalam kuah. Harganya Rp 8.500,-
Ikan Patin, Jenis masakan ikan patin bakar juga sangat mudah ditemukan, biasanya disajikan dalam potongan besar. Cukup enak untuk ikan jenis sungai (dibanding ikan mas), tapi saya sebenarnya lebih suka ikan laut…
Bebek Panggang, Dibakar dengan ukuran seperti ayam bakar/goreng umumnya , saya kira bebek panggang ini akan disajikan dalam porsi bakarannya (besar). Ternyata penyajiannya mirip menu panggang di lapo dan hidangan bebek pada umumnya, potongan kecil. Kecap yang langsung dicampur dalam jumlah banyak mematikan rasa daging bebeknya, tapi saos khusus berwarna merahnya masih tetap terasa. Mungkin lebih baik bila kecapnya tidak langsung dicampur. Satu set menu yang dilengkapi dengan nasi putih, sop bihun dan es teh manis dihargai Rp 13.000,- saja.
Telur Penyu, Nah ini dia menu kuliner yang tidak mudah ditemukan di tempat lain. Telur Penyu ini sangat nikmat rasanya, cara makannya dengan mengupas / merobek (bukan dipecahkan) sedikit kulit telurnya, lalu isinya dihisap…seruppputtt……., isinya cair (tidak bisa keras seperti telur ayam) walaupun sudah dimasak lama. Harga perbutirnya Rp.7.500,- . Mahal?? telur penyu gitu loh… SUmber: http://g3mboz.student.umm.ac.id/?p=145
Seperti biasanya, antara pukul 20.00-24.00 wita, sudah menjadi kebiasaan kami menonton televisi untuk mengisi waktu senggang sembari meregangkan otot-otot saraf yang tegang menggeluti perkuliahan yang diselenggarakan di siang hari. Namun, pada pukul 22:31:56 wita, tanpa sengaja kamera HP teman saya yang waktu itu sedang iseng memfoto teman-teman yang lain yang sedang asyik menonton televisi menangkap bayangan perempuan berbaju putih tersebut. Penampakan ini menggemparkan tempat saya tinggal yang keseluruhannya adalah mahasiswa. Terserah bagi sobat sekalian percaya atau tidak, yang pastinya foto bayangan penampakan yang ada di belakang tersebut didapat tanpa sengaja karena keisengan dan dikatakan oleh orang pintar bahwa sosok perempuan yang ada di belakang tersebut adalah penunggu tempat kami tinggal.........
Coba sobat lihat foto di samping yang diberi tanda dengan warna merah!!!!
Kejadian singkat itu sepertinya sangat membekas di hati Danny Bryce (Jason Statham). Ia memutuskan untuk mengubur
dalam-dalam masa lalunya. Celakanya, meski sudah menghindar namun masa lalu itu
tetap tak mau meninggalkan Danny. Kali ini, sekali lagi Danny Bryce harus hidup
seperti masa lalunya.
Danny adalah mantan anggota Special
Air Service (SAS) yang memutuskan pensiun setelah menjalankan misi di Meksiko
bersama Hunter (Robert De Niro), mentornya. Misi berhasil
dijalankan namun Danny menemukan seorang anak kecil di dalam mobil yang ia
gunakan. Kejadian itu membuat Danny memutuskan pergi jauh-jauh dari
kehidupannya sebagai 'pembunuh'.
Semula Danny mengira kalau tinggal
di Australia bakal membuatnya tenang. Sayang, tak lama berselang, sebuah paket
datang. Danny harus berangkat ke Oman atau Hunter bakal dibunuh oleh seorang
saudagar di sana. Saudagar ini menyuruh Danny mencari anggota SAS yang telah
membunuh tiga orang anaknya atau nyawa Hunter yang bakal jadi gantinya. Tugas
ini sebenarnya bisa dilaksanakan dengan mudah kalau saja tak muncul Spike (Clive Owen) yang ternyata tak menginginkan
ada anggota SAS yang mati di tangan Danny.
Review
Apakah pemasangan nama Clive Owen dan Robert De Niro hanya sekedar untuk
mendongkrak pamor film ini? Well, kalau hanya untuk itu, sepertinya Jason Statham saja sudah cukup. Buktinya Sylvester Stallone pun memilih aktor ini saat
merencanakan THE EXPENDABLES. Lalu untuk apa ada dua aktor ini?
Apa pun alasan Gary McKendry, sang
sutradara, yang pasti itu tidak ada hubungannya dengan trik marketing. Dari
sisi akting, Jason Statham mungkin tak bisa dibandingkan
dengan Clive Owen dan Robert De Niro namun untuk karakter yang ia
perankan, aktor laga asal Inggris ini rasanya sudah sangat pas. Secara global,
tak ada masalah yang terlalu besar dari sisi akting.
Yang layak disorot mungkin adalah
cara Gary McKendry menuturkan kisah laga berbau thriller ini. Kalau kebanyakan
film laga memilih menonjolkan adegan spektakuler tanpa mengindahkan karakter di
dalam film itu sendiri, KILLER ELITE ini justru mengambil pendekatan
yang sebaliknya. Untuk ukuran film laga, KILLER ELITE termasuk cukup
memberi perhatian sektor penokohan ini.(kpl/roc)
Lebih dari 40 tahun yang lalu, ketika
pertama kali berkunjung ke Bangkok, salah satu atraksi wisata yang
paling mengesankan bagi saya adalah pasar terapung. Pada waktu itu,
pasar terapung Bangkok berlokasi di sekitar Wat Arun. Ratusan pedagang
menjual dagangannya dari perahu-perahu kecil yang dikayuh pelan
hilir-mudik di sekitar kawasan itu. Ini memang benar-benar pasar untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari penduduk setempat.
Supermarket adalah tempat belanja bagi masyarakat modern. Siapa yang mau belanja dengan turun ke sungai?
Sayangnya, tahun demi tahun, floating market
yang dulu kondang di Bangkok ini semakin merosot mutunya sebagai
atraksi pariwisata. Sekitar sepuluh tahun yang lalu, ketika saya
“terbujuk” oleh pengemudi taksi air untuk berkunjung ke floating market,
ternyata saya diantar ke sebuah pasar tradisional di dekat Wat Sai,
Bangkok. Memang, di situ ada sebuah pasar darat yang cukup ramai.
Tetapi, yang beroperasi menjual dagangan dari sampan kecil di anak
sungai Chao Phraya itu bisa dihitung dengan jari. Jualannya pun tidak
mengesankan.
Ada seorang perempuan setengah baya berperahu dengan cooler box
yang terus merayu-rayu wisatawan untuk membeli bir. Ada lagi beberapa
perahu yang menawarkan kartu pos dan benda-benda suvenir. Saking
sedikitnya sampan pedagang, justru kami yang harus mengejar-ngejar
sampan yang diperkirakan berfungsi sebagai toko berlayar.
Sejak dasawarsa terakhir ini, pengelola pariwisata Thailand sudah “menciptakan” floating market
baru di Damnoen Saduak – sekitar satu jam bermobil ke sebelah Barat
Bangkok. Skalanya sangat besar, sehingga menjadi daya tarik pariwisata
yang memang mengesankan. Di samping itu, penyelenggara pasar terapung
ini ternyata berhasil benar-benar mengoperasikannya sebagai pasar
sesungguhnya yang memang merupakan tempat transaksi sehari-hari bagi
warga masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Setiap
hari, puluhan bus pariwisata datang ke Damnoen Saduak membawa ribuan
wisatawan. Mereka kemudian naik sampan-sampan kecil dan menyusuri sungai
yang penuh dengan sampan-sampan pedagang. Kebanyakan para pedagang di
pasar terapung menjual bahan-bahan makanan untuk dimasak di rumah.
Tetapi, beberapa perahu juga menjual masakan untuk dinikmati di tempat.
Di sepanjang sungai pun banyak didapati warung-warung dan toko-toko
dengan berbagai jualan.
Di
pasar ini, penduduk setempat berbelanja kebutuhan sehari-hari,
sedangkan para wisatawan berbelanja benda-benda suvenir maupun sarapan
berbagai makanan-minuman yang dijajakan di sana. Bahkan mereka yang
sudah sarapan di hotel pun pasti tergoda untuk mengudap lagi di sana.
Penjual mi kuah, pad thai (mi goreng), buah potong, pisang goreng, dan
berbagai kudapan yang disajikan secara menarik.
Saya
sempat mencicipi mi bebek yang enak, dari sebuah sampan yang ditambat.
Rupanya, karena mi bebek ini sangat terkenal, ia tidak sempat lagi
hilir-mudik mengayuh perahunya. Sampan-sampan lain mengantre untuk
membeli mi bebek. Bagusnya, untuk mengatasi kemacetan, sampan-sampan
wisatawan tidak boleh “parkir”. Lalu, bagaimana mengembalikan mangkuk
mi? Gampang! Pengemudi sampan nanti akan mengembalikannya bila lewat
tempat itu lagi.
Sungguh, sebuah atraksi yang sangat menarik dan interaktif dengan penduduk lokal.
Rose garden
Karena
Damnoen Saduak jaraknya agak jauh di luar Bangkok, maka sebuah objek
pariwisata lain pun diciptakan untuk “menangkap” wisatawan yang
berkunjung ke kawasan Barat Bangkok ini. Tempat ini dikenal dengan nama
Rose Garden. Awalnya tempat ini merupakan venue penyelenggaraan sebuah konferensi anggrek internasional.
Rose
Garden dibangun dengan konsep sebuah taman bunga yang asri, sehingga
mampu menjadi tempat persinggahan yang menarik. Di sini juga ada
fasilitas hotel, tempat makan semacam food court yang mampu menampung beberapa bus pariwisata sekaligus, maupun restoran fine dining yang cukup bagus.
Tetapi,
atraksi utama Rose Garden bukanlah taman bunganya. Di tengah kawasan
ini dibangun sebuah panggung yang mampu menampung sekitar seribu tamu.
Panggungnya sendiri sangat luas, replika dari sebuah pusat desa. Di
panggung ini dipertunjukkan kehidupan sehari-hari rakyat Thailand dalam
koreografi yang memikat. Diawali dengan arak-arakan penduduk kampung –
lengkap dengan beberapa ekor gajah yang memang selalu merupakan bagian
dari proses semacam ini – yang sedang mengikuti acara meminang
pengantin.
Kemudian,
upacara perkawinan pun digelar, lengkap dengan berbagai tari-tarian.
Penampilan atraksi di Rose Garden ini mengingatkan saya pada atraksi
serupa di Saung Angklung Mang Ujo, di pinggiran Kota Bandung. Menurut
saya, Mang Ujo juga berhasil menyuguhkan koreografi yang bagus dan
alamiah untuk menampilkan kehidupan masyarakat kita.
Phra Pathom Chedi
Selain
Rose Garden, atraksi pariwisata lain di sebelah Barat Bangkok ini
adalah Phra Pathom Chedi – candi tertinggi di dunia. Stupa utamanya
setinggi 127 meter. Candi ini letaknya di kota kecil Nakhon Pathom.
Sayangnya, Phra Pathom belum cukup populer dibanding atraksi pariwisata
Thailand lainnya.
Di
Delta Sungai Mekong, di pinggiran Ho Chi Minh City (Saigon), juga ada
sebuah atraksi wisata sungai yang sangat mungkin mendapat inspirasi dari
sukses Thailand menyelenggarakan pasar terapung Damnoen Saduak ini.
Tetapi, dengan pintar mereka mengubah atraksinya agar tidak 100 persen
menyontek.
Di
Delta Sungai Mekong ini, wisatawan diajak naik sampan-sampan kecil yang
dikayuh oleh para ibu-ibu menyusuri sungai kecil di sela-sela hutan
rumbia, menuju sebuah desa kecil yang masyarakatnya hidup dari
perkebunan buah naga. Di sini para wisatawan dijamu dengan berbagai
jenis buah-buahan khas Vietnam, serta melihat berbagai pertunjukan
tentang kesenian desa.
Setelah
menikmati suasana kebun buah di desa, para wisatawan dipandu naik
kereta kuda menuju desa yang lain. Di desa itu, wisatawan melihat
industri rumahan kerajinan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat.
Ada demonstrasi pembuatan dodol, dan berbagai jajanan lokal.
Kemasan
semacam ini memang sangat menarik, karena hanya dalam waktu beberapa
jam saja para wisatawan dapat menyerap cara hidup dan budaya masyarakat
setempat.
Banjarmasin
Kita
sebenarnya juga memiliki pasar terapung di Banjarmasin, Kalimantan
Selatan, yang pernah kita banggakan. Sayangnya, pasar terapung
satu-satunya di Indonesia ini sekarang semakin terancam kepunahan. Supermarket adalah tempat belanja bagi masyarakat modern. Siapa yang mau belanja dengan turun ke sungai?
Lho,
bukankah di RCTI kita masih sering melihat klip video tentang keindahan
pasar terapung itu? Ternyata, menurut informasi yang saya peroleh,
ketika melakukan shooting, RCTI (atau griya produksi
yang membuat klip video ini) harus mendatangkan bertruk-truk buah-buahan
dan sayur-mayur, serta mengerahkan puluhan sampan. Dengan kata lain,
pemandangan yang kita lihat di layar RCTI itu adalah “panggung” yang
ditata secara spektakuler.
Kenyataannya,
ketika terakhir berkunjung ke sana tahun lalu, sudah semakin sedikit
pedagang yang berjualan di pasar terapung Banjarmasin ini. Hanya ada
beberapa sampan berisi pisang, jeruk, kelapa, daun singkong – itu pun
tidak penuh – lalu lalang sejak subuh di sekitaran pasar. Pembelinya
tidak seberapa banyak. Wisatawan yang datang pun hanya segelintir.
Harus
diakui, kehadiran pasar terapung sebagai kebutuhan sehari-hari memang
semakin berkurang. Tetapi, seandainya dilakukan redefinisi – misalnya
dengan membuatnya sebagai pasar terapung yang hanya buka pada akhir
pekan – mungkin sekali kita dapat menghidupkan kembali pasar-pasar
terapung seperti ini. Tidak hanya di Banjarmasin, melainkan juga di
beberapa kota yang memiliki sungai.
Saya
sering membayangkan hadirnya ruas sungai di Jakarta – mungkin di sisi
Masjid Istiqlal, seruas Jalan Latuharhary, atau sepanjang Jalan Gajah
Mada yang dulu bernama Molenvliet – ditata dengan baik dan dijadikan
kawasan wisata sungai, maka warga kota akan diuntungkan oleh kehadiran
tempat rekreasi murah yang menyenangkan. Tentu tidak mudah. Tetapi, saya
tidak percaya bahwa bangsa kita tidak punya putra-putra yang mampu
menerima tantangan ini.
PASAR terapung di Kalimantan Selatan
merupakan objek wisata yang terkenal dengan keunikannya. Pada 25-28
September 2011, Dinas Pariwisata Kalimantan Selatan dan Dinas
Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Banjarmasin akan
menyelenggarakan Festival Pasar Terapung di Jalan Sudirman dan Sungai
Martapura, Banjarmasin.
Beragam kegiatan seperti parade jongkong hias, pameran kerajinan suku
Banjar, lomba balap perahu, festival kuliner Kalimantan, serta lomba
foto kampung Banjar tempo dulu akan memeriahkan acara ini.
Lebih 250 jukung (perahu kayu kecil) akan dihias dengan cantiknya.
Perahu tersebut biasanya digunakan para pedagang pasar terapung di
Sungai Barito dan Lok Baintan Sungai Martapura. Nikmati malam hari anda
dengan menyaksikan indahnya puluhan perahu hias dan tanglong di Sungai
Martapura.
Festival Pasar Terapung akan menampilkan aneka budaya dan eksotisme
keunikan pasar terapung. Tiap tahun festival ini berhasil menarik
puluhan ribu masyarakat. Tak hanya warga lokal tapi juga mereka yang
berada diluar daerah dan juga para wisatawan mancanegara.
Pasar terapung Muara Kui adalah pasar terapung yang masih bertahan di
Banjarmasin. Keberadaan pasar terapung ini memiliki keterkaitan erat
dengan kota Banjarmasin dimana pada tahun 1526 Sultan Suriansyah
mendirikan kerajaan di tepi Sungai Kuin dan Barito. Setelahnya pusat
perdagangan tradisional di tepian sungai ini mengalami perkembangan.
(indonesia.travel/MI/ICH)